Renungan Harian: 15 Januari 2023

Renungan Harian
Minggu, 15 Januari 2023

Bacaan I: Yes. 49:3,5-6
Injil: Yoh. 1:29-34

Kesaksian

Saat di SMA ada kejadian menegangkan yang bila dipikir pikir sekarang, menjadi sangatlah lucu.
Sekali waktu kami satu kelas dihukum pulang lebih lambat, karena dianggap melanggar kesopanan dan membuat kegaduhan di sekolah.

Sekolah kami bukan sekolah yang besar, bangunan 2 lantai U-shape, dengan tambahan 1 lantai di satu sisinya, untuk perpustakaan dan aula kecil. Aula yang sering kami gunakan sebagai tempat ulangan dan pelajaran mengetik.

Sekali waktu sehabis ulangan, kami turun dari lantai 3 menuju kelas kami di lantai dasar. Entah mengapa, kami berlarian menuruni tangga. Tidak lama saat kami sudah dikelas, bapak wakil kepala sekolah masuk dengan wajah yang tegang dan tampak marah.

“Mengapa kalian gaduh dan bersiul siul ditangga tadi? Kalian mengganggu kelas yang lain!” Katanya didepan pintu dan membuat kami terdiam

Dia berjalan kedepan kelas dan mengambil penghapus papan, dan menghentaknya ke meja, membuat kami terkejut
“Mengaku, siapa yang bersiul-siul tadi, itu tidak sopan. Kalian tidak tahu apa bahwa ini masih jam pelajaran?!
Sebelum ada yang mengaku kalian tidak boleh ada yang pulang!”serunya sambil keluar kelas, meniggalkan kami yang bingung.

Hanya bersisa 30 menit untuk jam pulang sekolah, dan diskusi jadi memanas, banyak yang tidak tahu soal siulan, ada yang mendengar ada siulan, tapi tidak ada yang tahu siapa yang melakukannya. Kami sadar ada satu teman yang diam sedari awal, maka kami bertanya padanya

“Ada yang bersiul, dan rasanya bukan disengaja, dan bahkan mungkin bukan hal besar. Tapi memang ada siulan dan saya tahu siapa yang bersiul. Tapi saya nggak mau nunjuk-nunjuk orang.

Jadi saya cuma mau bilang, sudah jelas yah memang ada yang bersiul, dan kalau yang bersangkutan mau ngaku, yah itu hak dan kewajibannya, tapi saya pribadi tetap merasa ikut bersalah juga, buat kegaduhan, lari lari dan tertawa keras tadi, jadi kalau dihukum, yah saya ikut juga”katanya tandas.

Siang itu kami memutuskan meminta maaf bersama, karena buat kegaduhan dan soal yg bersiul, kami mutuskan bertanggungjawab bersama.
Kelas kami ditahan 2 jam sebelum akhirnya dipulangkan.
Saat itu, perkara lari-lari, tertawa dan bersiul menjadi hal yang tampak berat buat hidup kami.

Kesaksian teman kami membantu kami lebih tahu realita yang terjadi dan tidak menyalahkan satu orang atas semua kesalahan yang terjadi. Walau kami yakin, tidak mudah buatnya, tapi dia menyatakan kebenaran, dengan tetap mengambil sikap.

Kesaksian yang tidak populer karena beberapa teman tetap ada yang menyayangkan kenapa tidak sebut satu nama saja, yang lain masih penasaran siapa, dan bahkan ada yang walau menerima hukuman bersama, masih tetap mengungkit-ungkit hal ini.

Tidak mudah menjadi saksi dan mengambil sikap. Tuduhan dan sangkalan pasti mengancam. Untuk perkara kecil saja sangat sulit, apalagi untuk perkara prinsipil dan berat. Tapi nampaknya dengan modal kejujuran dan keberanian, prihal membawakan kesaksian dan menyatakannya bukan tidak mungkin untuk dilakukan.

Yohanes pembabtis menjadi saksi kehadiran Yesus dan kehadiran roh kudus. Mungkin tidak populer saat itu, namun kesaksiannya, sungguh menjadi tanda kejujuran dan keberaniannya menyatakan kebenaran dan kasih Tuhan.

Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: “Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya”

Mampukah kita selalu jujur dan berani menyatakan kasih dan kebenaran Tuhan lewat tindakan dan prilaku kita sehari hari?

Semoga Tuhan selalu membimbing kita.

Greg Tjai

Anda juga bisa membaca Renungan Harian melalui akun Instagram CLC Indonesia. Silakan kunjungi dan follow Instagram CLC Indonesia. 
Iklan