Renungan Harian : 14 Januari 2023

Renungan Harian
Sabtu, 14 Januari 2023

Bacaan I: Ibr. 4:12-16
Injil: Mrk. 2:13-17

Pendosa

“Tidak perlu pakai pendekatan psikologi lah, semua orang jadi sakit dan tiba-tiba perlu terapi dan pengobatan”

Kata kata yang tidak sekali dua kali saya dengar dari cukup banyak orang, di ranah pendidikan, pelatihan, fasilitasi dan pendampingan.
Tempat dimana banyak proses interaksi manusia terjadi.

Dulu diawal-awal saya masuk ranah HR dan pendampingan komunitas, saya masih bertanya-tanya, apakah betul demikian? Tapi setelah bertahun tahun menjalaninya, saya paham bahwa opini tersebut dilandasi dari pengalaman buruk dan kekhawatiran. Saya bukan psikolog, tapi sebagai orang yang bekerja berdampingan dengan praktisi dan ilmu psikologi, saya melihat sisi yang berbeda.

Pendekatan psikologi mencari dan menelaah seseorang, untuk kemudian mampu mendampingi proses pengembangan dan optimalisasi potensi mereka. Proses mencari dan menelaah itu yang sering kali tampak seperti mencari keburukan dan kesalahan. Dan mungkin juga ada oknum oknum tertentu melakukan penekanan yang salah dengan hanya berfokus pada kesalahan, bukan pada pengembangan dan perbaikan.

Padahal harapannya, dengan tahu kondisi riil kita jadi bisa lebih tepat dan spesifik dalam memberikan pendampingan dan pengembangan, tahu sisi apa yang perlu dioptimalkan, sementara yang sudah optimal perlu ditantang untuk terus berkembang.

Bukan hanya soal pribadi, dalam interaksi di komunitas juga berlaku yang sama, kita hanya bisa berkembang sebagai komunitas, saat kita tahu apa yang kurang optimal, dan perlu dioptimalkan.

Ada kesediaan melihat kelemahan dan kekurangan sebagai potensi berkembang dan bukan hanya kelemahan. Ada kesalahan yang pernah dan sedang dibuat, tapi bukan berarti itu bersifat menetap, ada perubahan dan perkembangan yang perlu diupayakan bersama.

Dalam bacaan hari ini, kita dapat melihat bagaimana Yesus tidak melihat pendosa sebagai yang hina permanen, tapi sebagai manusia yang dapat sadar akan kesalahannya, bertobat, berubah dan jauh dari dosa.

Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: “Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”

Apakah kita juga akan menanyakan hal yang sama?

Bagaimana kita mau melihat diri kita dan sesama yang kita dampingi?

Hanya berhenti pada pemahaman dan pengetahuan bahwa mereka adalah pendosa?

Atau fokus pada kasih Tuhan yang dapat membawa pertobatan, perubahan dan kasih?

Tuhan, ampuni kami orang berdosa ini.

Greg Tjai

Iklan